Rapat Kerja Teknis Hutan Adat Indonesia 2016
https://jakartainside.blogspot.com/2016/12/rapat-kerja-teknis-hutan-adat-indonesia.html
Bertempat di Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membuka Rapat Kerja Teknis Hutan Adat Desember 2016. Dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian LHK, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bupati Bulukumba, Staf Khusus Menteri, Penasehat Senior Menteri dan Eselon II Kementerian LHK terkait, perwakilan provinsi dan kabupaten, perwakilan masyarakat hukum adat dan pendamping masyarakat hukum adat (MHA).
Rapat Kerja Teknis
Hutan Adat yang dihadiri oleh 150 orang ini merupakan refleksi kegembiraan, karena Mahkamah Konstitusi telah memutuskan perkara nomor 35/PUU-X/2012
bahwa “hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat
hukum adat”; dan hutan adat tidak lagi menjadi bagian dari “hutan negara”,
melainkan menjadi bagian dari “hutan hak”. Keputusan ini juga sekaligus sebagai landasan bagi
pemerintah untuk membangun pola interaksi dengan masyarakat hukum adat dan
bertukar informasi serta melakukan tindak lanjut yang harus dilaksanakan
setelah adanya penetapan hutan adat disuatu wilayah, sehingga esensi dari
putusan tersebut adalah bahwa masyarakat memiliki akses kelola kawasan hutan
adat sesuai dengan kearifan lokal.
Setelah pembukaan oleh Menteri LHK,
dilanjutkan paparan oleh; 1) Direktur Jenderal PSKL dengan tema Kebijakan
Pengaturan Hutan Adat sebagai Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat; 2) Abdon
Nababan (AMAN) dengan tema Hutan Adat sebagai Perwujudan pengelolaan Hutan Yang
Adil; 3) Direktur Jenderal PKTL dengan tema Filosofi Hutan Adat; 4) Noer Fauzi
Rachman (KSP) dengan tema Hutan Adat Sebagai Wujud Pengakuan Hak Konstitusional
Warga; 5) Dahniar (HUMA) dengan tema Share Learning: Pendampingan Masyarakat
Hutan Adat, dan diskusi.
Menteri LHK menyampaikan bahwa proses penetapan hutan adat sangat dinamis dan spesifik serta telah ada pengurangan kawasan hutan yang dikelola oleh pemegang konsesi di Sumatera Utara dimana konsesi-konsesi ini dijadikan hutan adat yang luasnya sebesar 5.172 Ha. Sedangkan Sekretaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan menyampaikan bahwa masyarakat adat telah menunggu selama 71 tahun Indonesia merdeka, Hutan Adat baru diakui saat ini, ini akan membuat masyarakat adat itu benar-benar hadir dan ada di negara ini secara administratif.
Dalam Rapat Teknis Hutan Adat ini, beberapa point penting dari paparan Menteri KLH antara lain:
- Langkah berani yang dilakukan negara dalam hal ini Kementerian LHK.
- Pedoman yang ada baik berupa undang-undang untuk sistem administrasi dan hak-hak masyarakat adat masih dapat digunakan, sementara itu akan tetap dilakukan pendampingan atas hak komunal masyarakat hukum adat.
- Koherensi tiap regulasi dari berbagai instrumen mengenai masyarakat hukum adat, yang salah satu instrumennya adalah program nasional untuk pengurangan emisi karbon di Indonesia. Instrumen KPH juga merupakan jalur yang cukup strategis yang dapat digunakan oleh daerah dalam pelaksanaan pengelolaan hutan adat.
- Peresmian pengakuan hutan adat sangat penting dan hal ini merupakan program yang paling menjadi perhatian oleh Presiden Republik Indonesia.
Pengakuan masyarakat adat dan hak kelola kawasan hutan hukum adat, memang memungkinkan terjadinya kontradiksi nilai, namun hasil dari perjalanan panjang diskusi Perhutanan Sosial yang telah dilakukan lebih dari belasan tahun ini meyakini dengan tata ruang hutan yang baik, pengelolaan kawasan hutan lebih terproteksi, karena kawasan ini merupakan kawasan tumpu, kawasan dukung yang menopang hidup masyarakat di kawasan hutan adat Indonesia.
Menteri LHK menyampaikan bahwa proses penetapan hutan adat sangat dinamis dan spesifik serta telah ada pengurangan kawasan hutan yang dikelola oleh pemegang konsesi di Sumatera Utara dimana konsesi-konsesi ini dijadikan hutan adat yang luasnya sebesar 5.172 Ha. Sedangkan Sekretaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan menyampaikan bahwa masyarakat adat telah menunggu selama 71 tahun Indonesia merdeka, Hutan Adat baru diakui saat ini, ini akan membuat masyarakat adat itu benar-benar hadir dan ada di negara ini secara administratif.
Dalam Rapat Teknis Hutan Adat ini, beberapa point penting dari paparan Menteri KLH antara lain:
- Langkah berani yang dilakukan negara dalam hal ini Kementerian LHK.
- Pedoman yang ada baik berupa undang-undang untuk sistem administrasi dan hak-hak masyarakat adat masih dapat digunakan, sementara itu akan tetap dilakukan pendampingan atas hak komunal masyarakat hukum adat.
- Koherensi tiap regulasi dari berbagai instrumen mengenai masyarakat hukum adat, yang salah satu instrumennya adalah program nasional untuk pengurangan emisi karbon di Indonesia. Instrumen KPH juga merupakan jalur yang cukup strategis yang dapat digunakan oleh daerah dalam pelaksanaan pengelolaan hutan adat.
- Peresmian pengakuan hutan adat sangat penting dan hal ini merupakan program yang paling menjadi perhatian oleh Presiden Republik Indonesia.
Pengakuan masyarakat adat dan hak kelola kawasan hutan hukum adat, memang memungkinkan terjadinya kontradiksi nilai, namun hasil dari perjalanan panjang diskusi Perhutanan Sosial yang telah dilakukan lebih dari belasan tahun ini meyakini dengan tata ruang hutan yang baik, pengelolaan kawasan hutan lebih terproteksi, karena kawasan ini merupakan kawasan tumpu, kawasan dukung yang menopang hidup masyarakat di kawasan hutan adat Indonesia.
Sampai dengan saat ini tercatat ada 8
(delapan) Hutan Adat (HA) yang telah selesai di verifikasi, yaitu; 1) HA Desa
Rantau Kermas seluas 130 Ha, Kabupaten Merangin; 2) HA Bukit Sembahyang
dan Padun Gelangan seluas 39,04 Ha, Kabupaten Kerinci; 3) HA Bukit
Tinggai seluas 41,27 Ha, Kabupaten Kerinci; 4) HA Tigo Luhah Permenti
Yang Berenam seluas 152 Ha, Kabupaten Kerinci; 5) HA Tigo Luhah Kemantan seluas
426 Ha, Kabupaten Kerinci; 6) HA Ammatoa Kajang seluas 313,99 Ha, Kabupaten
Bulukumba; 7) HA Wana Posangke seluas 6.291 Ha, Kabupaten Morowali Utara; 8) HA
Kasepuhan Karang seluas 485,386 Ha, Kabupaten Lebak. Terdapat juga satu
kawasan calon lokasi hutan adat, yaitu HA Tombak Haminjon seluas 5.172 Ha
di Kabupaten Humbang Hasundutan, Prov. Sumatera Utara, yang sedang dalam
proses.